Rabu, 23 Juni 2010

Zoning Plan sebagai Pengendalian Hutan Tower di Kawasan Perkotaan

Tulisan ini juga dimuat di mediaindonesia selengkapnya di http://www.mediaindonesia.com/webtorial/klh/?ar_id=NzE1Mg==

Hadirnya teknologi komunikasi berupa telepon seluler atau lebih sering disebut handphone tidak dapat kita hindari. Melalui telepon seluler, komunikasi tidak harus melalui tatap muka secara langsung. Berbagai kalangan baik tua maupun muda sudah tidak asing lagi dan seiring dengan perkembangan jumlah penduduk maka semakin banyak pengguna handphone.

Kebutuhan ruang untuk menara telekomunikasi
Terkonsentrasinya berbagai aktivitas di perkotaan merupakan peluang bagi penyedia layanan handphone dalam memberikan layanannya berupa jaringan wireless. Berdasarkan kondisi tersebut maka keberadaan menara telekomunikasi BTS semakin menjamur di kawasan perkotaan. Keberadaan menara telekomunikasi tentunya membutuhkan ruang. Perkembangan menara telekomunikasi di perkotaan membawa konsekuensi pada maraknya hutan tower yang dapat mengganggu estetika atau visual kota. Bangunan menara yang menjulang tinggi dengan warna yang mencolok seakan membawa kesan angkuh terhadap bangunan-bangunan lain di sekitarnya. Dampak lain yang ditimbulkan adalah terjadinya nimby syndrome dimana semakin banyaknya protes yang dilakukan warga terkait dengan keberadaannya karena dianggap dapat membahayakan keselamatan jiwa jika roboh. Namun dibalik kerugian dengan menjamurnya menara telekomunikasi BTS bagi kawasan perkotaan terdapat manfaat ekonomi bagi penduduk yang memiliki usaha berupa penjualan handphone, voucher dan fasilitas pendukungnya.

Dimana menara telekomunikasi diletakkan?
Peliknya permasalahan menjamurnya menara telekomunikasi kawasan perkotaan membuat diperlukannya terobosan tata ruang menara. Hal yang menjadi pertanyaan kita bersama adalah dimana infrastruktur menara telekomunikasi diletakkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wibawati (2008) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penempatan sebuah menara telekomunikasi. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah peraturan tata ruang, topografi, faktor bangunan, faktor social, faktor jaringan jalan, dan factor telekomunikasi.

Faktor-faktor diatas dapat dijadikan input dalam penentuan titik lokasi penempatan menara telekomunikasi BTS. Sudah selayaknya keberadaan menara-menara tersebut diakomodasi dan diatur dalam penataan ruang. Salah satu konsep yang digunakan adalah zoning plan yang mengatur pada penggunaan lahan bagaimana menara dapat didirikan. Secara garis besar zoning menara telekomunikasi BTS pada kawasan perkotaan dapat dilihat pada Tabel



Distribusi dan inovasi menara telekomunikasi
Berdasarkan tabel Zoning Plan menara telekomunikasi BTS menggambarkan bahwa pada penggunaan lahan bagaimana menara telekomunikasi dapat didirikan. Agar persebaran menara telekomunikasi BTS tidak menimbulkan hutan tower di perkotaan maka perlu dikendalikan distribusinya. Distribusi menara telekomunikasi BTS pada kawasan perkotaan dapat dijelaskan sebagai berikut ini :

1. Kepadatan menara telekomunikasi tinggi diarahkan pada :
a. Penggunaan lahan komersial/perdagangan dan jasa
b. Di sekitar jalan utama perkotaan (jalan arteri baik primer maupun sekunder)
c. Kawasan industri baik besar maupun sedang

2. Kepadatan menara telekomunikasi sedang diarahkan pada :
a. Penggunaan lahan permukiman kepadatan sedang
b. Di sekitar jalan kolektor baik primer maupun sekunder
c. Fasilitas umum seperti masjid yang menyatu dengan menara masjid dan fasilitas rekreasi

3. Kepadatan menara telekomunikasi rendah diarahkan pada :
a. Penggunaan lahan permukiman kepadatan rendah
b. Penggunaan lahan pertanian dan RTH
c. Di sekitar jalan lokal baik primer maupun sekunder
d. Kawasan dengan topografi yang relatif tinggi

Pengendalian menara telekomunikasi BTS di kawasan perkotaan memerlukan inovasi. Keberadaan menara telekomunikasi yang terlalu crowded akan mengurangi estetika lingkungan. Selain itu fisik bangunan yang menjulang tinggi memberi kesan angkuh terhadap lingkungan di sekitarnya. Oleh karena itu inovasi penataan menara mutlak diperlukan melalui penerapan menara telekomunikasi bersama dan kamuflase menara. Menara telekomunikasi bersama digunakan minimal 3 operator handphone. Dengan demikian 3 menara telekomunikasi pada lokasi yang sama bisa direduksi menjadi 1 menara. Selain itu untuk mengurangi kesan angkuh, menara telekomunikasi kamuflase bisa dijadikan alternatif. Kamuflase digunakan untuk menambah estetika dan berperan sebagai landmark kawasan dalam rangka pembentukan jati diri/identitas lingkungan.