Minggu, 25 November 2012

Lelaki bernama Arjuna ......



Andai sebuah novel, maka dia berada pada paragrap pertama dan akan selalu ada dari awal sampai akhir cerita. 

Lelaki itu bernama depan Arjuna. Kebetulan ibunya sangat terkiul-kiul pada Master Chef Juna. “Pembawaanya laki banget.” Ujarnya. Tak henti-hentinya dipandangi lewat layar kaca. Dalam jagad pewayangan, sosok Arjuna dikenal sebagai penengah Pandawa di negara Amarta. Mampu menjadi magnet bagi sebagian besar perempuan. Tanpa harus mengumbar kata-kata cinta. Begitulah seharusnya lelaki. Melalui Arjuna kita dapat belajar bahwa lelaki seharusnya memikat, bukan terpikat pada perempuan. Sebab, jika lelaki terpikat oleh kecantikan perempuan, maka kemungkinan besar akan dibelokkan cita-citanya. Seperti kata papatah bijak, “Setialah pada cita-citamu, bukan pasanganmu”. Lelaki yang mampu “memikat” maka pasangannya tak kuasa membelokkan cita-cita sosialnya. Bukankah sebaik-baiknya ibadah adalah berguna bagi sesama..?? 

Kebetulan juga Arjuna juga sangat jago bermain panah. Seharusnya para orang tua memberlakukan anak bagai sebuah panah. Seorang anak itu bagai “Anak panah yang keluar dari busurnya masing-masing”. Orang tua hanya sanggup mengarahkan arah anak panah, tetapi anak panah akan mencari cita-citanya sendiri sesuai dengan keinginannya. “Anakmu bukan anakmu...”

Pada suatu ketika, Raden Arjuna sedang bertapa selama 32 hari 32 malam. Ada apa dengan angka 32. Konon tak seorang sahabat dan orang-orang di sekitar Arjuna yang tau. Ternyata angka 32 menyimpan filosofis kehidupan. 3 ditambah 2 sama dengan 5. Itulah Panca wiwijangan (panca indera). Lalu, 3 kali 2 sama dengan 6. Sad wiwijangan (firasat). Dan jika 3 dipangkatkan 2 itu 9. Itulah jumlah lubang pada setiap insan. Babahan hawa sanga. Oiya jika 3 - 2 itu sama dengan 1. Bukankah hanya “satu” yang patut kita sembah?? ... Bukankah saat menghadapi problematika hidup kita harus mempertimbangkan dan menyeimbangkan antara panca indera, firasat, hawa nafsu. Serta berujung pangkal pada yang Maha Esa.. 

Nama tengahnya adalah Actarenkha. Jika ditelisik lebih dalam, actar berasal dari bahasa arab yang berarti langit keberuntungan. Dan bukan kebetulan juga lelaki itu lahir atas bantuan dr. Tutit Lazuardi, S.OG yang jika diartikan “lazuardi” itu juga “langit”. Lelaki itu langit dan perempuan itu bumi. Kemanapun lelaki berkelana pasti akan kembali pada bumi. Dan langit mengajarkan pada kita agar tidak sombong. “Di atas langit, masih ada langit” . Sedangkan Renkha tersendiri adalah utak-atik dari ERlik DiNa dan harendHiKA.

Nama terakhirnya adalah Lukiswara. Dalam bahasa jawa, “woro” berarti berani. “wara” juga diartikan sebagai bidadari. Jadi bisa dibilang Lukiswara adalah lukisan bidadari. Bagi saya, seorang perempuan yang mempertaruhkan nyawa demi melalui tahapan hidup untuk melahirkan bayi yang dikandungnya adalah bidadari yang sesungguhnya. Arjuna Actarenkha adalah lukisannya yang sangat berharga... dan  “Arjuna Actarenkha Lukiswara” nama lengkapnya. 

November 2012

Erlik-Dhika

Senin, 05 November 2012

Cinta pada sepotong daster

Lukisan: Basuki Abdulah

Pagi masih gerimis, Asri masih saja disibukkan dengan penataan makanan di atas meja. Dengan daster kesayangannya, tak kuasa menahan peluh yang senantiasa mengalir di tubuhnya. Lelakinya masih belum beranjak dari kamar. Seperti biasa, lelaki itu dibangunkan setelah persiapan meja makan selesai.

Sudah hampir 5 tahun Asri tinggal bersama lelakinya. Lelaki bukan satu-satunya. Ada pangeran kecil yang mulai beranjak dewasa. Bertiga. Dengan penuh kasih sayang sejak bayi diasuhnya. Pangeran kecil itu sudah siap berangkat sekolah. Asri dengan senang hati membangunkan, memandikan, bahkan menyuapi dengan cekatan. Kesibukan setiap pagi mendera. Tak pernah sekalipun mengeluh dibuatnya...


"Mas... Sudah siang, cepatlah bangun. Nanti kamu terlambat"... Suara Asri cukup membangunkan lelaki di atas ranjangnya. Dengan celana seadanya. Tanpa sehelai benangpun menutupi dada bidangnya. Lelaki itu segera bergegas menuju kamar mandi. Tak lupa tiap berpapasan di ruang makan. Sebuah kecupan manis mendarat di kening Asri. Kenangan pagi yang selalu membuat Asri tersenyum sepanjang hari...  

Lelaki itu cukup dikenal di daerahnya. Sebuah kota kecil yang dingin dan asri. Karir yang cemerlang tak membuat lelaki itu senang akan gemerlapan. Tak terkecuali dalam memilih pendamping hidup. Cukup perempuan sederhana yang mampu mengurus dan memberinya energi tuk bekerja.  Cukup dengan perempuan yang setia dengan dasternya. Yang mau mambangunkan, mamandikan, menyuapi dan menjemput pangeran mungilnya. Tak ada harta apapun di dunia yang berharga selain anak dan perempuannya.

Hampir seluruh kota mengenal lelaki itu. Tak hanya oleh tampangnya yang rupawan, yang selalu membuat terpesona bagi perempuan menapun yang melihatnya. Dia bukan pimpinan daerah tapi pejabat birokrasi yang sangat disegani dan dihormati warganya. Kebijakan yang diambilnya selalu menyentuh hati masyarakat. Ide-ide keluar begitu saja dari kepala bak kupu-kupu yang keluar dari sarang. Karena kecerdasannya, banyak teman sejawat yang minta pertimbangan dalam memutuskan sebuah perkara.

Tiap waktu senggang siang tiba, tak lupa dia selalu pulang ke rumah. Tak lain tak bukan tuk menemui pujaaan hatinya. Asri. Tentu masih setia dengan daster yang membalut tubuh mungilnya. 

"Tumben mas.. jam segini udah istirahat" sapa Asri pada lelakinya

"Iya kebetulan tadi sedang survey lapangan, sekalian pulang ke rumah" sahutnya

"Mau dibuatin kopi mas..."

"Iya boleh....."

Kerika Asri sedang asik mengaduk-aduk kopi, tiba2 lelaki itu mendekapnya dari belakang. Asri pun sangat paham akan situasi seperti ini. Diapun selalu menginginkanya. Sebuah momen romantis bak cinta pangeran pada permaisuri yang selalu berakhir di ranjang asmara... 

Momen seperti inilah yang selalu menjadi candu mereka berdua. Memadu kasih setiap saat yang tak terduga. Lelaki itupun sadar, setelah melakukannya, begitu besar energi yang tercipta. Kebijakan-kebijakan yang keluar dari mulutnya tak henti-hentinya bergema. Ide-ide pun mengalir begitu saja. Pekerjaanya selalu berakhir dengan prestasi yang selalu mendera. Dia pun sadar bahwa, masa depan negara ini tergantung pada perempuan di dalamnya. Tiap pemimpin besar dunia atau orang yang sukses dibidangnya, pasti yang ditanya adalah siapa perempuan disampingnya.

Pernah pada suatu ketika, dalam sebuah rapat dengan pejabat di kotanya. Ada pejabat perempuan yang merasa kasihan pada kolega kerja sama yang sebagian besar para lelaki. Sang lelaki kekasih Asri-pun geleng-geleng dibuatnya. Dalam hati dia bergumam.. Pasti pejabat perempuan itu lupa bahwa endonesa pernah punya RA Kartini, Dewi Sartika atau Cut Nyak Dien. Pada saat itu, Cut Nyak Dien memberi syarat pada lelaki yang akan mempersuntingnya bahwa dia harus mampu mengusir penjajah dari bumi rencong. Walaupun ahirnya calon suaminya itu wafat di medan perang oleh Belanda. Begitulah seharusnya perempuan. Tak mudah mengasihani pada sosok lelaki... Perempuanlah yang memiliki kekuatan dan memberi kekuatan kepada lelaki.. Begitu seharusnya..

Sebelum keduanya benar-benar tertidur, Asri segera bergegas dari ranjangnya...

"Aduh mas, sudah jam 1.. Miko kan waktunya pulang..." dengan cekatan Asri memakai dasternya..

"Aku berangkat dulu ya mas, kalau mau makan sudah tak siapin di meja. Tak lupa aku buatain sambal kesukaanmu..." 

Lelaki itu tak kuasa berbicara. Napasnya masih terengah-engah dibuatnya... Sambil senyum bahagia, matanya sudah cukup mengantarkan kepergian Asri menjemput anaknya.

Tak seberapa lama teleponnya berdering... Sambil mengatur napas, lelaki itu segera menjawab telepon..

" Sayang... sekarang lagi dimana??"

" Miko ga apa2 kan? Semalam aku mimpi yang engga2, aku takut terjadi apa2 sama Miko" Anak kita satu-satunya..

" Ibu juga sehat2 aja kan..." Jangan suruh ibu antar jemput Miko tiap hari ya.. Kasihan!!!

" Aku mungkin seminggu lagi baru bisa pulang"

" Cuaca disini sedang buruk, sehingga jadwal pesawat sedang di delay.."

Lelaki itupun menjawab, " Cepat pulang ya sayang... Aku, anakmu dan ibumu disini selalu menunggumu"


November 2012

Follow me on twitter: @harend26