Kamis, 05 Februari 2015

Belajar dari Kisah Mahabharata

Sumber: Mbah Gugel
Tak ada manusia yang benar - benar hitam, pun yang benar - benar putih. Gambaran itulah yang saya tangkap dengan epos besar bangsa India : Mahabharata. Karya Begawan Wiyasa yang tersohor ke seluruh penjuru dunia itu masih kita rasakan keterkaitan dengan kehidupan sekarang.

Tentu kita sangat familiar dengan kata-kata. "Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah". Seperti yang dikatakan para ahli, sejarah akan selalu berulang. Paling tidak dengan pola yang sama tetapi pelaku berbeda. Tak pernah terbayangkan sebelumnya bagaimana ketamakan, kesombongan, keangkuhan, perebutan kekuasaan, pengkhianatan, pembiaran sudah terjadi berabad-abad yang lalu lewat kisah Mahabharata. 


Dalam kisah Mahabharata, takkan kita temui tokoh yang benar-benar putih ataupun hitam. Seperti itulah manusia, di balik kebaikannya selama ini, tersimpan kejahatan yang sangat rapi. Sebaliknya di balik kejahatan seseorang, sering kita rasakan kasih yang suci. 


Sering kita lihat, bagaimana kesepakatan yang disepakati, dilanggar demi ego dan kepentingan sendiri. "Ojo kagetan" kata orang Jawa. Dalam perang Bharatayuda, pihak Pandawa dan Kurawa sepakat dengan aturan-aturan perang. Namun dalam implementasinya, aturan tinggalah aturan. Demi tujuan, licik dan curang diperkenankan. Tentu kita masih ingat bagaimana Bima menghabisi Duryudana dengan melanggar aturan perang yaitu tidak boleh menyerang bagian tubuh bawah perut. Saat perang Bima meremukkan paha Duryudana karena terikat sumpah Bima sendiri. Seperti itukah seharusnya kita bersikap? 


Sejak jaman Mahabharata, sudah ada peran perempuan dalam perebutan kekuasaan. Di dalam sistem oligharki, memang peran perempuan cenderung sebagai "pemuas" belaka. Namun jangan dilupakan bagaimana peran Kunti dalam memompa semangat Pandawa untuk fokus merebut kekuasaan. Peran itu akhirnya diteruskan oleh Drupadi. Di era sekarang ini peran perempuan semakin kentara dalam perebutan kekuasaan. Bahkan ada ungkapan satire : "Maju mundurnya sebuah negara tergantung pada ibu negara". Ibu negara yang dimaksud sebenarnya ya para perempuan itu sendiri. 


Sumber: mahabrata.wordpress.com
Masih tentang perempuan. Di akhir perang Yudhistira mengutuk perempuan bahwa "perempuan takkan pernah bisa menyimpan rahasia". Kepada laki-laki, sebaiknya jangan pernah cerita rahasia kepada perempuan karena dijamin mereka takkan pernah bisa menyimpannya. hehehe.. Piss girls!!!


Bagaimanapun, dengan alasan apapun, perang hanya akan menghadirkan kesengsaraan. Mungkin, sisi positif dari perang adalah berkurangnya populasi manusia yang akan meringankan beban dunia. Mungkin .... !!!







Trenggalek, 6 Pebruari 2015

@harend26