Minggu, 18 Maret 2012

#RepublikSenja

Senja...

Sebagian besar manusia pasti menyukainya. Waktu terbenamnya matahari di sore hari adalah waktu favorit bagi mereka. Waktu dengan lukisan langit di ufuk barat yang indah mempesona. Di pantai, di gunung dan tak ketinggalan di desa pun semua orang bisa menikmatinya. Sunset, orang bule menyebutnya.

Ada apa di senja...

Sebagian dari kita, senja merupakan waktu dimana segala aktifitas yang dilakukan dalam 1 hari berakhir. Ketika hari menjelang malam. Setiap hari kita menunggu senja agar bisa segera pulang. Bertemu keluarga, istri, anak, saudara bahkan mertua. Heuheu. Senja, kita tunggu setiap harinya. Berharap kan menjumpainya setelah seharian penat bekerja. Menunggu dan menunggu.

Turis asyik bersandar di pasir, petani mulai meninggalkan sawah garapannya, pelajar yang telah selesai dengan tugasnya, pekerja kantoran yang mulai pedih matanya. (kebanyakan melototin laptop... Heuheu). Berharap akan segera datang senja. Menunggu dan menunggu

Ada yang salah dengan senja...

Sebagai bagian dari siklus kehidupan, Senja tak pernah salah apalagi disalahkan. Hanya terkadang kita terlalu berharap akan senja. Terlalu banyak menunggu. Coba lihat sekelilingmu. Berapa banyak sarjana yang menunggu pekerjaan datang padanya. Bukan malah datang menjemput berwirausaha. Berapa banyak orang meminta, tanpa berpikir tuk berbagi bersama. Berapa banyak mereka menunggu tuk dilayani dengan melupakan tugasnya sebagai pelayan. Berapa besar biaya untuk tambal sulam jalan daripada memperbaiki kerusakan lingkungan. Toh dengan hutan yang rusak, air hujan tetap akan menggenangi dan perlahan menggerus jalan. Kejadian yang terus berulang. Menunggu kerusakan tanpa memperhatikan apa penyebab kerusakan.

Negeri ini kebanyakan senja tetapi kekurangan pagi...

Kenapa pagi? Pagi harilah kehidupan kita bermula. Pagi harilah bagaimana putar otak tuk kehidupan hari berikutnya. Pagi harilah kita bergegas tuk mencari uang makan anak istri tecinta. Pagi harilah kita mulai tuk melaksanakan agenda, target2, tujuan yang belum terlaksana.

Kita kebanyakan menunggu, tetapi kurang bergegas. Lebih suka reaktif daripada preventif. Lebih sering menunda daripada melaksanakan. Minta dilayani daripada melayani. Lebih baik mengobati daripada mencegah.

Sejenak mari kita instropeksi diri kita

....... Perbanyaklah “pagi” dan kurangilah “senja” ........

Kamis, 08 Maret 2012

Menguak Misteri Eksotisme Goa Lowo

Sumber: secte86, kaskus

Goa Lowo, adalah goa yang terletak di Desa Watuagung Kec. Watulimo yang menjadi tempat wisata andalan bagi masyarakat Trenggalek. Goa Lowo terletak sekitar 30 km dari pusat kota Trenggalek dan dapat ditempuh dengan perjalanan darat selama 1,5 jam. Bagi wisatawan yang akan mengunjungi Goa, dapat menggunakan kendaraan umum minibus atau menyewa mobil. Perjalanan ke Watulimo menjadi semakin menarik karena selain Goa terdapat pantai eksotis yang tidak kalah menarik dengan pantai Kute, Bali yaitu pantai pasir putih Karanggongso serta pantai Prigi.

Berdasarkan survei yang dilakukan dua orang ahli goa bernama Gilbert Manthovani dan Dr. Robert K Kho tahun 1984, dinyatakan bahwa Goa Lowo merupakan salah satu goa alam terbesar di Asia Tenggara bahkan di Asia dengan panjang mencapai sekitar 2 kilometer. Bagi pecinta alam khususnya goa, akan serasa tidak lengkap jika belum pernah mengunjungi goa tersebut. Namun pengunjung ga usah kuatir karena Pemerintah Kabupaten Trenggalek sudah menyediakan akses jalan di dalam goa sepanjang 850 m.

Beberapa saat yang lalu, terdapat tim dari Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral yang terdiri dari 6 orang yang tertarik untuk meneliti keberadaan Goa Lowo. Sebelum berangkat ke lokasi, Tim yang dinamai karst Indonesia tersebut singgah di instansi tempat saya bekerja. Alhamdulilah saya diberi kesempatan untuk mendampingi mereka melihat eksotisme Goa yang menjadi kebanggaan masyarakat Trenggalek.

Bagi saya perjalanan ke Goa Lowo sudah kesekian kalinya. Satu hal yang membuat saya tertarik adalah perjalanan saya ditemani oleh ahli Karst Indonesia yaitu Bapak Ruswanto yang sering menulis jurnal ilmiah geologi yang bisa di search di google untuk mengetahui tulisan2nya. Setelah sampai di tujuan, kami langsung menuju lokasi Goa dan ditemani oleh Bapak Suprapto untuk melakukan pengamatan secara mendalam. Selama 2 jam Tim Karst Indonesia yang diketahui Pak Ruswanto dengan detail dan teliti melihat, memotret dan mengabadikan setiap sudut goa. Sekali-kali lelaki setengah baya tersebut meminta stafnya untuk memberikan tambahan lampu penerangan agar lebih jelas pengamatannya.

Kondisi pada saat itu sangat becek dan berlumpur sehingga kami agak kesulitan berjalan pada spot-spot tertentu. Kondisi di sekeliling juga terdapat sampah dan sisa-sisa ranting yang terjebak di dalam pagar goa maupun batuan goa. Perlu diketahui bahwa dasar goa adalah sungai yang dimusim hujan debit airnya cukup besar. Tetesan-tetesan air yang cukup deras dari atap goa juga sedikit menyulitkan perjalanan namun tak sedikit menyurutkan semangat Pak Ruswanto untuk terus melangkah. Di sela-sela pengamatannya saya menyempatkan bertanya berapa untuk menjawab rasa penasaran mengenai berapa kira-kira umur gua Lowo. Berdasarkan pengamatan Pak Ruswanto terhadap stalaktit dan stalakmit diperkirakan bahwa Goa Lowo sudah ada sejak jutaan tahun yang lalu. Busyeeetttt...!!! Betapa dasyat ciptaan-Nya.

Setelah melakukan penelitian di dalam goa selama 2 jam tibalah saatnya untuk bergegas pulang. Tapi ternyata kondisi di luar goa sedang hujan deras. Kamipun menunggu hujan reda sambil duduk-duduk di mulut goa. Di sela-sela hujan, sayapun semakin penasaran dengan Goa Lowo. Bagaimana asal mula terjadinya tempat seperti ini. Bapak Ruswanto pun menjelaskan garis besar terjadinya Goa.

Goa Lowo termasuk kawasan karst yang harus dilindungi. Karst merupakan bentukan bentang alam pada batuan karbonat yang berbentuk bukit, lembah, dolina dan goa. Kawasan karst di Kabupaten Trenggalek tersebar di berbagai kecamatan namun yang harus dilindungi adalah karst di perbatasan Kec. Pogalan, Gandusari dan Watulimo dengan kabupaten Tulungagung dan kawasan karst di sekitar Pantai pelang Kecamatan Panggul. Kedua kawasan karst ini dilindungi karena menyimpan cadangan air tanah yang sangat besar dan sebagai habitat berbagai satwa seperti walet, kelelawar dan sriti. Potensi yang sangat besar dari kawasan karst adalah pengembangan pariwisata seperti yang terjadi di Goa Lowo.

Pada awalnya goa terbentuk dari batuan karang di lautan. Karang yang sangat besar mengalami pengangkatan oleh adanya tumbukan lempeng tektonik di Samudera Hindia. Tumbukan yang terjadi selama beratus-ratus tahun menyebabkan karang tersebut semakin naik ke permukaan dan mati. Saya membayangkan berarti pada jaman dahulu Goa Lowo terpendam di dalam lautan. Setelah mengalami pengangkatan lambat laun karang tersebut menjadi batuan karbonat / gamping. Batuan karbonat tersebut memiliki sifat yang mudah larut oleh air hujan. Terjadinya curah hujan yang tinggi menyebabkan batuan karbonat akan mengalami rekahan-rekahan yang diisi oleh air hujan. Seiring berjalannya waktu maka air akan tertampung pada lapisan batuan yang jika sudah penuh akan mencari tempat yang lebih rendah dan membentuk sungai-sungai bawah tanah. Aliran sungai bawah tanah akan melarutkan batuan karbonat sehingga menciptakan lorong goa seperti yang terjadi di Goa Lowo. Air juga akan melarutkan atap goa d membentuk stalaktit dan stalakmit. Proses tersebut terjadi selama jutaan tahun sehingga terjadi seperti bentuk goa yang sekarang. Wow amazing... !!!

Begitulah kira-kira bagaimana terjadinya Goa lowo di Kabupaten Trenggalek. Tak terasa hujanpun mulai reda dan kamipun bergegas pulang. Terima kasih kepada Bapak Ruswanto yang sudi tuk membagikan ilmunya. Satu yang menjadi harapannya ke depan adalah semoga ada generasi muda yang tertarik pada karst sehingga tongkat estafet penelitian tentang karst akan terus berjalan. Dan kita sebagai warga Trenggalek sudah seyogyanya kita bersama-sama menjaga lukisan alam Illahi yang sangat berharga ini.

Good Night everybody!!!

Met #pacaransamaTuhan