Minggu, 13 Juli 2014

"Capres dan Sepakbola"


Saya yakin, sebagian pecinta bola tanah air masih merasakan euforia final Piala Dunia 2014 di Brasil yang dengan dramatis dimenangkan Jerman dengan skor tipis 1 - 0. Sebelum perhelatan final semalem, negara kita disibukkan dengan euforia Pilpres dengan hasil yang menggantung. Kenapa menggantung? Ya karena hasil resmi pemenang Pilpres baru akan diumumkan KPU tgl 22 Juli mendatang. 

Ini mau ngomongin Piala Dunia atau Pilpres?

Ups sabar dulu... Setelah melihat final Piala Dunia semalem, saya menangkap ada beberapa pelajaran buat kehidupan bernegara Indonesia.Terutama yang sibuk dengan nyopras-nyapres... Upsss...

Tercatat, pada menit ke 22, Toni Kroos melakukan blunder yang hampir saja dikonversi menjadi gol oleh G. Higuain. Salah satu blunder paling heboh dalam perhelatan Pilpres kemarin adalah video-nya Ahmad Dhani yang diasosiasikan dengan fasisme-nya Nazi. Konon Pak Bowo marah besar pada Dhani. Hal ini berdampak pada menurunnya elektabilitas pasangan Bowo-Hatta.

Jerman dan Argentina juga melakukan jual beli serangan dan saling berusaha mencetak gol dengan serangan balik. Dalam Pilpres kemarin, kedua kubu juga gencar melakukan serangan kepada pihak lawan bahkan tak jarang terkesan menghalalkan segala cara melalui teknik propaganda dan black campaign. Kalau jual beli serangan pada final Piala Dunia semalem menimbulkan decak kagum. Lain dengan serangan hitam dalam Pilpres yang menimbulkan rasa eneg kaya mau muntah.. *huek

Tercatat pada menit ke-30, sebenarnya G. Higuain bisa menceploskan si kulit bundar ke gawang Neuer.Tapi sayang gol tersebut dianulir wasit karena dia terperangkap offsite. Argentina-pun tak tergesa-gesa untuk medeklarasikan kemenanganya. Dalam Pilpres tgl 9 Juli kemarin, hasil Pilpres sudah diumumkan siapa yang menang melalui Quick Count oleh berbagai lembaga survey. Dan anehnya, masing2 kandidat capres mendeklarasikan kemenangannya. Ini sikap optimis atau ke-pede-an. Menurut saya lebih baik mengaku kalah tetapi kemungkinan menang itu masih ada daripada mengaku menang di awal terus... kalah kemudian.. hehehe..

Akhirnya menit ke 113, gol yang ditunggu-tunggu tiba. Melalui umpan Andre Schuerle lewat sisi kanan pertahanan Argentina, Mario Goetze mampu mengontol dengan baik dan melesakkan tembakan keras ke gawang Rumero Uno. GOOOLLLL.... !!!

Lalu, kapan tercipta gol dalam perhelatan Pilpres Indonesia..? Yups, KPU menetapkan paling lambat tanggal 22 Juli Presiden Indonesia akan diumumkan. Berbeda denga sepakbola, hasil Pilpres sebenarnya sudah bisa dilihat berdasarkan hasil Quick Count berbagai lembaga  survey. Namun yang terjadi adalah karut marutnya lembaga survey yang layak dipertanyakan kredibilitas dan independensinya. Pihak pertama menuding lembaga survey yang memenangkan pihak kedua sebagai bayaran sehingga menguntungkan dirinya sendiri. Pihak pertama malah dengan terang-terangan percaya dengan lembaga survey-nya "sendiri" yang sudah tentu memenangkan dirinya sendiri. 

Karut marut hasil Quick Count berbagai lembaga survey ternyata membawa dampak keidupan masyarakat. Masyarakat dibuat bingung dan sangat berpotensi menimbulkan konflik sosial. Namun jika kita lebih jeli, terlihat jelas mana lembaga survey yang kredibel mana yang abal-abal. Lembaga survey yang kredibel tersebut bukan anak kemarin sore. Mereka sudah berpengalaman dengan Pileg dan Pilpres 2004 dan 2009. Permasalahan-permasalahan tersebut akhirnya direspon sebagian orang agar menunggu saja hasil real count yang akan diumumkan KPU.

Ditengah masa penantian yang mendebarkan sampai tanggal 22 Juli. Guru Besar Ilmu Manajemen dari UI, Prof. Dr. Rhenald Khasali mengungkapkan :" Jika kamu menggantungkan diri pada hasil Pilpres yang diumumkan KPU tanggal 22 Juli maka berhati-hatilah, WASPADALAH!!!" Real Count oleh KPU masih rawan untuk dimanipulasi suaranya. Menurut beliau, sebenarnya lembaga survey yang melakukan pengambilan random sampel dengan benar, menggunakan metodologi yang benar dan benar-benar diuji reliabilitas dan validitasnya, hasil survey-nya bisa digunakan untuk MENCARI KEBENARAN. Akan sangat aneh jika hasil survey yang sesuai dengan kaidah yang benar hasilnya berbeda dengan real count versi KPU.. 

Siapapun Presiden yang akan terpilih nanti, kami mohon belajarlah dari pertandingan final Piala Dunia antara Jerman dan Argentina. Walaupun masing-masing kubu ngotot timnyalah yang terbaik, tetapi kami tetap dengan legowo menerima kekalahan dan tak jumawa jika memperoleh kemenangan. Mengapa demikian? Karena kami anggap pertandingan tersebut dilakukan dengan fairplay. Kami ingin Pilpres yang fairplay layaknya sepakbola sehingga enak ditonton, menimbulkan kebanggaan serta tak menyulut permusuhan dan kebencian.

Bagi yang menang, hampiri lawanmu. Peluk dia sebagai teman, bukan lawan. Berikanlah rasa persaudaraan, bukan kebencian. Bagi yang kalah, bersikaplah legowo menerima kekalahan. Bukanlah menerima kekalahan adalah kemenangan yang sebenarnya. Pak Jokowi atau Pak Prabowo yang saya hormati. Bersikaplah seperti Lionel Messi jika mengalami kekalahan. Pasti nyesek sekali mahabintang seperti Lionel Messi dengan segudang prestasi mentereng untuk menerima kekalahan. Memang benar bapak-bapak, yang kami lihat adalah kesedihan. Itu sangat wajar tetapi matanya tak menyiratkan kebencian.

Bagi saya pribadi, yang menarik adalah bukan saat pertandingan selama 120 menit. Tetapi setelah pertandingan dimana para kekasih pemain bola Jerman berhamburan ke dalam lapangan. Itu pemandangan yang luar biasa.. hehehe... 

Akhir kata semoga hingar bingar Pemilihan Presiden Indonesia 2014-2019 tak hanya euforia semu selama proses pertandingan (kampanye sampai telah tiba saat pengumuman saja). Tetapi yang lebih diinginkan rakyat Indonesia adalah kehidupan berbangsa dan bernegara setelah Presiden baru yang terpilih. Akankan seindah para kekasih pemain Jerman yang berhamburan di lapangan??

LETS SEE...... !!!!