Jumat, 29 Juni 2012

Masih Perlukah Rencana Tata Ruang Kota? Part. 2


Tentunya, tulisan saya ini melanjutkan tulisan saya yang pertama : BACA DISINI

Tulisan di Part. 1 lebih menekankan pada perlunya tata ruang di sisi perencanaan. namun pada kesempatan ini saya mencoba mengupas sedikit tantangan di bidang implementasi dan pengendalian pemanfaatan ruang.

 Sekilas mari kita flashback ke belakang. Pada dasarnya tujuan utama dari campur tangan pemerintah dalam penataan ruang adalah mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat sejahtera yang mampu memanfaatkan ruang dengan aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Pertanyaan selanjutnya adalah penataan ruang yang bagaimana yang mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat tersebut. Jangan sampai produk perencanaan tata ruang seperti RTRW, Rencana Rinci, RDTR, RTBL yang disusun sedemikian "canggih" tidak dapat terimplementasi di lapangan. 
 
Dalam praktik di lapangan pun masih menemui beberapa kendala dalam pengendalian pemanfaatan ruang. Produk perencanaan tata ruang yang terkadang ber-“kaca mata kuda” dari sudut pandang planner kurang dapat menyentuh kebutuhan masyarakat. Masyarakat yang ingin melakukan aktifitas secara aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan sering kurang dipahami secara benar oleh planner yang tidak memberikan indikator terhadap variabel tersebut.  

Berikut ini adalah beberapa permasalahan terkait penyelenggaraan penataan ruang :

1.    Rencana tata ruang tidak tercapai tetapi tujuan penataan ruang tercapai

Lalu, bagaimana jika kenyataan di lapangan tidak sesuai dengan rencana tata ruang tetapi masyarakat baik-baik saja dalam menjalani kehidupan. Ketidaksesuaian di lapangan ada 2 hal, Pertama rencana pola dan struktur ruang tidak terimplementasi dan Kedua keadaan lapangan melanggar ketentuan rencana pola dan struktur ruang. Namun di sisi lain, masyarakat merasa aman dalam arti masyarakat mampu keluar rumah secara sukarela tanpa takut terjadi kriminalitas atau masyarakat merasa aman dari bencana alam. Nyaman dalam arti merasa tenang dan tentram tinggal dan beraktifitas di kota terhindar dari kemacetan, polusi, pencemaran, gangguan kesehatan dll. Produktif dalam arti masyarakat memiliki produktifitas dan kemampuan ekonomi dan berkelanjutan dalam arti kehidupan masyarakat tidak berdampak pada kerusakan lingkungan yang berarti. Jika hal ini terjadi, maka perencanaan belum dipandang sebagai kebutuhan masyarakat, semata2 hanya kelengkapan dokumen atau analisis data yang kurang ber "logika". Misalnya: seringkali kita melihat rencana jaringan drainase sebagai "pemanis" infrastruktur kota. Ada di tiap kiri kanan jalan dengan dimensi saluran yang muncul secara tiba2. Padahal inti pembangunan drainase adalah terjadinya genangan di suatu kawasan. Bagaimana genangan tersebut di atasi, ada 2 cara: Pertama diserapkan ke dalam tanah atau Kedua dibuat saluran drainase dengan dimensi saluran sesuai dengan volume genangan

2.  Rencana tata ruang tercapai tetapi tujuan penataan ruang tidak tercapai

Biasanya jika hal ini terjadi, rencana pola dan struktur ruang hanya mementingkan bentuk fisik semata tanpa menyentuh kehidupan masyarakat. Infratruktur yang terbangun tidak dapat menjadi pengungkit perkembangan wilayah dan tidak dapat dinikmati segala lapisan masyarakat. Investasi infrastruktur pun menjadi tidak bermanfaat. Begitu juga dengan pola ruang yang terbentuk. Terdapat lahan2 potensial yang seharusnya mampu memberi nilai tambah bagi kesejahteraan penduduk tidak termanfaatkan dengan baik. Pada akhirnya, rencana tata ruang tercapai tetapi malah menghambat kesejahteraan masyarakat. Sebagai contoh: kawasan yang memiliki kemampuan dan kesesuaian lahan yang tinggi ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Akibatnya masyarakat dan swasta tidak dapat mengoptimalkan lahan secara maksimal.

3.  Rencana tata ruang dan tujuan penataan ruang tidak tercapai

Kalau hal ini terjadi, mungkin saja produk perencanaan hanya "copy paste" dari kawasan lain. Padahal di sisi lain masyarakat membutuhkan rencana tata ruang untuk meningkatkan kualitas kehidupan mereka.

Terkait dengan beberapa permasalahan tersebut, maka solusi yang dapat saya tawarkan adalah:
  1. Perencanaan tata ruang sebaiknya tidak hanya dipandang dengan kaca mata planner tetapi juga harus memperhatikan kebutuhan masyarakat.
  2. Penguatan proses penyusunan Fakta dan Analisa sebagai dasar penyusunan rencana
  3. Tujuan penataan ruang harus jelas indikatornya yang didukung dengan rencana pola dan struktur ruang. Yang terjadi selama ini adalah tujuan penataan ruang dengan rencana pola dan struktur ruang tidak sinkron. Seharusnya tujuan penataan ruang diwujudkan dengan alokasi rencana pola dan struktur ruang
  4. Rencana pola dan struktur ruang sebaiknya tidak hanya mementingkan aspek fisik semata. Apa gunanya investasi infrastruktur yang modern dan lengkap tetapi tidak satupun menyentuh kehidupan masyarakat
  5. Dan yang terakhir menurut saya adalah belajar matematika. Loh kenapa matematika? Karena matematika-lah yang dapat melatih logika kekonsistenan kita. 
Follow Me on twitter :

Jumat, 15 Juni 2012

Kerja dan Sepakbola !!!

Pada Juni 2012 semua mata pasti tertuju pada event 4 tahunan Euro 2012. Bintang lapangan hijau memanjakan mata dengan gratis di layar kaca.

Dalam sebuah pertandingan, perlu kerjasama antar pemain untuk sebanyak mungkin mencetak gol dan sedikit mungkin kebobolan. Setiap pemain diharapkan mampu menyerap instruksi pelatih untuk di praktek an di lapangan.

Berbicara tentang sepakbola, saya selalu teringat dengan kata-kata legenda sepakbola Jerman, Franz Beckenbaeur. " Sepakbola adalah refleksi sebuah bangsa". 


Sejenak mari kita lihat kondisi sepakbola kita. Carut marut sepakbola tanah air yang sering diikuti dengan kerusuhan suporter, perkelahian antar pemain serta prestasi yang minim. Di tingkat Asia Tenggara saja kita sangat-sangat sulit untuk merengkuh gelar juara.

Kondisi carut marut sepakbola ternyata benar mencerminkan bangsa Indonesia tercinta. Indikasinya adalah setiap harinya, kita dijejali media dengan berita2 korupsi penguasa, kerusuhan antar saudara, bahkan negara yang seharusnya bisa kaya dengan sumberdaya alam yg melimpah, sampai saat inipun masih belum bisa mensejahterakan rakyatnya. 

Dalam lingkup yang lebih kecil, prinsip-prinsip sepakbola ternyata sangat erat kaitannya dengan dunia kerja. Sebuah tim sepakbola memiliki komponen diantaranya penjaga gawang, pemain belakang, pemain tengah dan pemain depan. Setiap komponen pemain sepakbola tentunya memiliki peran dan tugas yang berbeda2. Begitu juga di sebuah perusahaan. Penyerang adalah decision maker/pengambil keputusan yaitu Kepala Divisi. Penyerang bertugas mencetak gol sedangkan Kepala Divisi bertugas mengeksekusi tujuan dari divisi itu sendiri.

Pemain tengah dalam sepakbola bertugas untuk men-suplai bola dari pemain belakang dan men-distribusikan ke penyerang. Sebagai jenderal lapangan tengah, playmaker memiliki peran yang sangat besar sebagai roh dari permainan sebuah tim sepakbola. Di dalam perusahaan, playmaker adalah kepala sub divisi. Sedangkan pemain belakang adalah seroarang karyawan.  Karyawan bertugas untuk menjadi benteng serangan pihak lawan. Pemain belakang memiliki tugas yang berat untuk menjaga gawangnya tidak kebobolan. Permasalahan2 di dalam perusahaan biasanya diselesaikan oleh karyawan atas perintah Kepala Divisi dan kepala Sub Divisi. Karyawan berada di garis terdepan, melayani permintaan atasan tetapi mendekam di kasta terendah akan kekuasaan #JlebMoment.

Prinsip-prinsip permainan sepakbola ternyata dapat dihubungkan dan di-analogikan dengan dunia kerja. Tingkah laku di dalam sepakbola memiliki kesamaan dengan tingkah laku di dunia kerja. Berikut saya coba jelaskan diantaranya :
  1. Perlu kerjasama antar pemain (kepala divisi, kepala sub divisi dan karyawan) dan aliran pekerjaan harus ter-koordinir dan ter-distribusi dengan baik.
  2. Jangan terlalu banyak mengumpan tanpa menghasilkan gol/tujuan yang diharapkan. Setiap pemain (kepala divisi, kepala sub divisi dan karyawan) memiliki tugas dan peran masing2. Contoh: jika bola sudah berada di kaki penyerang maka sebaiknya segera menceploskan bola ke gawang lawan (mencapai tujuan). Permainan tidak efektif jika setiap pemain hanya saling mengumpan satu sama lain. istilah kerennya "Tiki-Taka". hehehe. Inilah yang sering terjadi di dunia kerja, seringkali "bola panas" hanya di "Tiki-Taka" tanpa menghasilkan tujuan dan solusi dari permalahan.
  3. "Jemput bola". Jika bola tidak ter-distribusikan dengan baik, maka playmaker dan penyerang dapat menjemput bola ke pemain belakang. Jika tujuan divisi tidak segera tercapai, maka sebaiknya kepala divisi dan kepala sub divisi mencari tahu kepada karyawan permasalahan apa yg sedang dihadapi. 
  4. Apakah pemain belakang bisa "jemput bola"? Bisa saja jikalau playmaker dan penyerang sedang cidera atau sedang dalam performa yang buruk.
  5. Dalam batasan waktu yang ketat (di dalam sepakbola kurang lebih 90 menit), setiap pemain (kepala divisi, kepala sub divisi dan karyawan) harusnya bekerja keras untuk menciptakan prestasi, memperbanyak gol. 
  6. Dan jangan heran jika pemain belakang-pun (karyawan) lah yang mencetak gol karena penyerang dan playmaker sedang tidak on fire. hehehe
  7. Sebagai manager perusahaan (pelatih), maka sebaiknya memberikan reward bagi pemain yang berhasil mencetak gol dan punishment bagi pemain yang membuat kesalahan. 
Begitulah hubungan sepakbola dan kerja. Dan semoga pernyataan legenda sepakbola Jerman : Franz Beckenbaeur. " Sepakbola adalah refleksi sebuah bangsa" tidak benar adanya. Amiiiiiiinnnnn...... !!!!

#MetDoadiKerja 

Follow me on twitter:    @harend26


Rabu, 06 Juni 2012

"Pendidikan untuk Mereka"


Pendidikan, salah satu hal krusial dalam hidup seseorang. Walaupun banyak orang sukses dengan hanya mengenyam pendidikan yang tidak tinggi. Tapi bagi saya pendidikan masih sangatlah penting. Ya penting terutama bagi orang yang dapat menikmati pendidikan yang berkualitas. 

Akhir-akhir ini saya senang melihat video2 di youtube yaitu TEDx. Apa itu TEDx silahkan kalian tanya om Google. Yang jelas di dalam TEDx banyak sekali paparan dengan durasi kurang lebih 20 menit yang sangat menginspirasi. Di tengah genjaran serbuan sinetron ga jelas di TV atau berita2 korupsi pejabat tinggi yang menyesakkan dada, maka saya sarankan melihat video2 TEDx yang dapat di download secara gratis di internet. Setahu saya TEDx di Indonesia hanya ada TEDx Jakarta dan TEDx Bandung.

Kembali lagi ke pendidikan. Salah satu video TEDx Jakarta favorit saya, yaitu pemaparan oleh Ibu Betti Alisjahbana dengan tema "Perguruan Tinggi untuk Semua".Beliau memaparkan bahwa pendidikan tidak hanya bisa dinikmati oleh orang kaya saja tetapi juga bagi mereka yang miskin tapi MAU, MAMPU secara akademik dan memiliki DAYA JUANG yang tinggi diberi kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang tinggi. Baginya, permasalahan terbesar bangsa ini adalah kemiskinan dan pendidikan adalah senjata yang ampuh untuk mengentaskan kemiskinan.

Setelah melihat video TEDx tersebut, saya amati kondisi di sekeliling. Ternyata masih banyak masyarakat kurang mampu yang belum paham bahwa pendidikan yang tinggi bukan hal yang mustahil untuk anak2 mereka. Hal inilah yang selalu ditanamkan kepada anak2 mereka sehingga pola pikir anak menjadi kurang tertarik untuk sekolah setinggi2nya. Anak2 terdorong untuk segera bekerja setelah lulus dari tingkat pendidikan dasar. "Mimpi mereka telah di diskon" seperti kata Ibu Betti Alisjahbana.

Beberapa hari yang lalu saya bertemu dengan salah satu tetangga saya di masjid setelah shalat Maghrib.Dia masih kelas 1 SMA dan sedang masa-masa ujian semester. Dengan basa basi saya bertanya tentang bagaimana ujiannya. Dengan entengnya dia menjawab, "Aduh mas saya putuskan berhenti sekolah". Saya kaget sambil terheran2. "Lho kenapa dik?". Dengan berjalan agak menunduk dia menjawab, "Saya males mikir"....

Permasalahan pendidikan ternyata bukan hanya pada pelayanan tetapi juga pada diri anak2 tersendiri. Jika masyarakat kurang mampu tidak menyekolahkan anaknya terbentur masalah biaya. Maka saya bisa menyarankan bahwa di luar sana masih ada kesempatan beasiswa yang ditawarkan. Mungkin hanya dengan menonton film "Laskar Pelangi" dan sejenisnya, mereka akan termotivasi bahwa keterbatasan bukan penghalang mengenyam pendidikan. Menurut saya permasalahan mendasar pendidikan juga ada di peserta didik itu sendiri. banyak anak2 yang kurang memiliki KEMAUAN dan DAYA JUANG yang tinggi untuk mengenyam pendidikan. Mereka cenderung pasrah pada keadaan. Itulah kondisi di sekeliling kita. Apa yang bisa saya lakukan? Sampai detik inipun saya masih memikirkannya. Semoga kalian semua sudah menemukan jawaban dan segera berbuatlah untuk mereka.....!!!

Tak terasa panggilan sudah tiba. Saatnya menjemput istri pulang kerja..... hehehe