Note : Klik judul buat download dokumen...
Kota sebagai tempat tumbuh dan berkembang penduduk yang mendiaminya terus berproses menuju peradaban modern seiring dengan kemajuan teknologi. Hadirnya kecanggihan teknologi dengan adanya handphone sebagai alat komunikasi telah menggeser jaringan telepon kabel. Hadirnya teknologi jaringan nirkabel telah membawa perubahan penyediaan infrastruktur penunjang handphone. Kini, jaringan telepon berangsur-angsur tergeser oleh maraknya menara BTS sebagai infrastruktur telekomunikasi modern.
Seiring dengan jumlah penduduk yang memiliki handphone maka kebutuhan menara BTS juga semakin besar. Kesempatan inilah yang coba diambil oleh berbagai operator sebagai peluang bisnis yang menjanjikan di masa mendatang. Namun keberadaan menara BTS membutuhkan ruang (space). Permasalahan timbul ketika kawasan perkotaan dengan luas lahan kosong yang terbatas harus menyediakan space buat menara BTS sehingga mengambil lahan yang dikelilingi bangunan padat di sekitarnya. Menara BTS pada kawasan ini sering menimbulkan gejolak dalam masyarakat karena terjadinya penolakan akan keberadaannya yang dianggap membahayakan jika menara BTS tersebut roboh. Selain itu semakin banyak jumlah penduduk di kawasan perkotaan maka semakin banyak pula menara BTS yang dibutuhkan untuk mengcover kebutuhan tersebut. Terjadilah hutan tower di kawasan perkotaan. Hutan tower inilah yang dapat merusak estetika lingkungan dengan kesan angkuh pada wajah kota yang dibentuknya. Menurut Darmansyah dalam Wibawati (2008), keberadaan tower-tower telekomunikasi ini diakibatkan oleh prinsip kerja telekomunikasi yang salah satunya adalah mengharuskan adana hubungan secara langsung antar antena telekomunikasi, tanpa halangan apapun dalam bentuk fisik maupun buatan. Pada umumnya antena BTS, diletakkan pada sebuah tower dengan ketinggian tertentu. Hal tersebut dikarenakan setiap BTS harus dapat terhubung satu dengan yang lain tanpa ada penghalang diantara gelombang penghubung tersebut. Sebaliknya kebutuhan ruang di kawasan pedesaan untuk menara BTS masih terakomodasi bahkan dapat membuka keterisolir wilayah dalam hal komunikasi.
Berbagai permasalahan yang timbul akan keberadaan menara BTS tentunya tidak akan terjadi jika pemerintah memiliki regulasi akan penataan dan pembangunan menara BTS. Pemerintah tentunya akan kesulitan jika menentukan dimana titik-titik yang bisa didirikan menara BTS yang seharusnya sudah diketahui oleh operator seluler. Oleh karena itu sebaiknya pemerintah menentukan zona-zona yang dapat didirikan menara BTS dengan ketentuan-ketentuan tertentu. Zonasi ruang inilah yang nantinya akan digunakan sebagai pedoman untuk penataan dan pengendalian pembangunan menara BTS di kawasan perkotaan.Kecamatan Trenggalek merupakan ibukota Kabupaten Trenggalek yang perkembangan tata ruangnya cukup pesat. Sebagai pusat pertumbuhan bagi kawasan sekitarnya dan tempat terkonsentrasi permukiman beserta fasilitas pendukungnya maka Kecamatan Trenggalek menarik investasi untuk pendirian menara BTS. Oleh karena itu Kecamatan Trenggalek dijadikan studi kasus untuk menentukan zonasi ruang bagi pembangunan menara BTS.
Kota sebagai tempat tumbuh dan berkembang penduduk yang mendiaminya terus berproses menuju peradaban modern seiring dengan kemajuan teknologi. Hadirnya kecanggihan teknologi dengan adanya handphone sebagai alat komunikasi telah menggeser jaringan telepon kabel. Hadirnya teknologi jaringan nirkabel telah membawa perubahan penyediaan infrastruktur penunjang handphone. Kini, jaringan telepon berangsur-angsur tergeser oleh maraknya menara BTS sebagai infrastruktur telekomunikasi modern.
Seiring dengan jumlah penduduk yang memiliki handphone maka kebutuhan menara BTS juga semakin besar. Kesempatan inilah yang coba diambil oleh berbagai operator sebagai peluang bisnis yang menjanjikan di masa mendatang. Namun keberadaan menara BTS membutuhkan ruang (space). Permasalahan timbul ketika kawasan perkotaan dengan luas lahan kosong yang terbatas harus menyediakan space buat menara BTS sehingga mengambil lahan yang dikelilingi bangunan padat di sekitarnya. Menara BTS pada kawasan ini sering menimbulkan gejolak dalam masyarakat karena terjadinya penolakan akan keberadaannya yang dianggap membahayakan jika menara BTS tersebut roboh. Selain itu semakin banyak jumlah penduduk di kawasan perkotaan maka semakin banyak pula menara BTS yang dibutuhkan untuk mengcover kebutuhan tersebut. Terjadilah hutan tower di kawasan perkotaan. Hutan tower inilah yang dapat merusak estetika lingkungan dengan kesan angkuh pada wajah kota yang dibentuknya. Menurut Darmansyah dalam Wibawati (2008), keberadaan tower-tower telekomunikasi ini diakibatkan oleh prinsip kerja telekomunikasi yang salah satunya adalah mengharuskan adana hubungan secara langsung antar antena telekomunikasi, tanpa halangan apapun dalam bentuk fisik maupun buatan. Pada umumnya antena BTS, diletakkan pada sebuah tower dengan ketinggian tertentu. Hal tersebut dikarenakan setiap BTS harus dapat terhubung satu dengan yang lain tanpa ada penghalang diantara gelombang penghubung tersebut. Sebaliknya kebutuhan ruang di kawasan pedesaan untuk menara BTS masih terakomodasi bahkan dapat membuka keterisolir wilayah dalam hal komunikasi.
Berbagai permasalahan yang timbul akan keberadaan menara BTS tentunya tidak akan terjadi jika pemerintah memiliki regulasi akan penataan dan pembangunan menara BTS. Pemerintah tentunya akan kesulitan jika menentukan dimana titik-titik yang bisa didirikan menara BTS yang seharusnya sudah diketahui oleh operator seluler. Oleh karena itu sebaiknya pemerintah menentukan zona-zona yang dapat didirikan menara BTS dengan ketentuan-ketentuan tertentu. Zonasi ruang inilah yang nantinya akan digunakan sebagai pedoman untuk penataan dan pengendalian pembangunan menara BTS di kawasan perkotaan.Kecamatan Trenggalek merupakan ibukota Kabupaten Trenggalek yang perkembangan tata ruangnya cukup pesat. Sebagai pusat pertumbuhan bagi kawasan sekitarnya dan tempat terkonsentrasi permukiman beserta fasilitas pendukungnya maka Kecamatan Trenggalek menarik investasi untuk pendirian menara BTS. Oleh karena itu Kecamatan Trenggalek dijadikan studi kasus untuk menentukan zonasi ruang bagi pembangunan menara BTS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar