Tentunya, tulisan saya ini melanjutkan tulisan
saya yang pertama : BACA DISINI
Tulisan di Part. 1 lebih menekankan pada perlunya
tata ruang di sisi perencanaan. namun pada kesempatan ini saya mencoba mengupas
sedikit tantangan di bidang implementasi dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Sekilas mari kita flashback ke belakang. Pada dasarnya tujuan utama dari campur tangan pemerintah dalam penataan ruang adalah mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat sejahtera yang mampu memanfaatkan ruang dengan aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Pertanyaan selanjutnya adalah penataan ruang yang bagaimana yang mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat tersebut. Jangan sampai produk perencanaan tata ruang seperti RTRW, Rencana Rinci, RDTR, RTBL yang disusun sedemikian "canggih" tidak dapat terimplementasi di lapangan.
Sekilas mari kita flashback ke belakang. Pada dasarnya tujuan utama dari campur tangan pemerintah dalam penataan ruang adalah mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat sejahtera yang mampu memanfaatkan ruang dengan aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Pertanyaan selanjutnya adalah penataan ruang yang bagaimana yang mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat tersebut. Jangan sampai produk perencanaan tata ruang seperti RTRW, Rencana Rinci, RDTR, RTBL yang disusun sedemikian "canggih" tidak dapat terimplementasi di lapangan.
Dalam praktik di lapangan pun masih menemui
beberapa kendala dalam pengendalian pemanfaatan ruang. Produk perencanaan tata
ruang yang terkadang ber-“kaca mata kuda” dari sudut pandang planner kurang
dapat menyentuh kebutuhan masyarakat. Masyarakat yang ingin melakukan aktifitas
secara aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan sering kurang dipahami secara
benar oleh planner yang tidak
memberikan indikator terhadap variabel tersebut.
Berikut ini adalah beberapa permasalahan terkait penyelenggaraan
penataan ruang :
1. Rencana tata ruang tidak tercapai tetapi tujuan penataan ruang tercapai
Lalu, bagaimana jika kenyataan di lapangan tidak
sesuai dengan rencana tata ruang tetapi masyarakat baik-baik saja dalam menjalani
kehidupan. Ketidaksesuaian di lapangan ada 2 hal, Pertama rencana pola dan struktur ruang tidak terimplementasi dan Kedua keadaan lapangan melanggar
ketentuan rencana pola dan struktur ruang. Namun di sisi lain, masyarakat
merasa aman dalam arti masyarakat mampu keluar rumah secara sukarela tanpa
takut terjadi kriminalitas atau masyarakat merasa aman dari bencana alam.
Nyaman dalam arti merasa tenang dan tentram tinggal dan beraktifitas di kota
terhindar dari kemacetan, polusi, pencemaran, gangguan kesehatan dll. Produktif
dalam arti masyarakat memiliki produktifitas dan kemampuan ekonomi dan
berkelanjutan dalam arti kehidupan masyarakat tidak berdampak pada kerusakan
lingkungan yang berarti. Jika hal ini terjadi, maka perencanaan belum dipandang sebagai kebutuhan masyarakat, semata2 hanya kelengkapan dokumen atau analisis data yang kurang ber "logika". Misalnya: seringkali kita melihat rencana jaringan drainase sebagai "pemanis" infrastruktur kota. Ada di tiap kiri kanan jalan dengan dimensi saluran yang muncul secara tiba2. Padahal inti pembangunan drainase adalah terjadinya genangan di suatu kawasan. Bagaimana genangan tersebut di atasi, ada 2 cara: Pertama diserapkan ke dalam tanah atau Kedua dibuat saluran drainase dengan dimensi saluran sesuai dengan volume genangan
2. Rencana tata ruang tercapai tetapi tujuan penataan ruang tidak tercapai
Biasanya jika hal ini terjadi, rencana pola dan struktur ruang hanya mementingkan bentuk fisik semata tanpa menyentuh kehidupan masyarakat. Infratruktur yang terbangun tidak dapat menjadi pengungkit perkembangan wilayah dan tidak dapat dinikmati segala lapisan masyarakat. Investasi infrastruktur pun menjadi tidak bermanfaat. Begitu juga dengan pola ruang yang terbentuk. Terdapat lahan2 potensial yang seharusnya mampu memberi nilai tambah bagi kesejahteraan penduduk tidak termanfaatkan dengan baik. Pada akhirnya, rencana tata ruang tercapai tetapi malah menghambat kesejahteraan masyarakat. Sebagai contoh: kawasan yang memiliki kemampuan dan kesesuaian lahan yang tinggi ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Akibatnya masyarakat dan swasta tidak dapat mengoptimalkan lahan secara maksimal.
3. Rencana tata ruang dan tujuan penataan ruang tidak tercapai
Kalau hal ini terjadi, mungkin saja produk perencanaan hanya "copy paste" dari kawasan lain. Padahal di sisi lain masyarakat membutuhkan rencana tata ruang untuk meningkatkan kualitas kehidupan mereka.
Terkait dengan beberapa permasalahan tersebut, maka solusi yang dapat saya tawarkan adalah:
@harend26
Terkait dengan beberapa permasalahan tersebut, maka solusi yang dapat saya tawarkan adalah:
- Perencanaan tata ruang sebaiknya tidak hanya dipandang dengan kaca mata planner tetapi juga harus memperhatikan kebutuhan masyarakat.
- Penguatan proses penyusunan Fakta dan Analisa sebagai dasar penyusunan rencana
- Tujuan penataan ruang harus jelas indikatornya yang didukung dengan rencana pola dan struktur ruang. Yang terjadi selama ini adalah tujuan penataan ruang dengan rencana pola dan struktur ruang tidak sinkron. Seharusnya tujuan penataan ruang diwujudkan dengan alokasi rencana pola dan struktur ruang
- Rencana pola dan struktur ruang sebaiknya tidak hanya mementingkan aspek fisik semata. Apa gunanya investasi infrastruktur yang modern dan lengkap tetapi tidak satupun menyentuh kehidupan masyarakat
- Dan yang terakhir menurut saya adalah belajar matematika. Loh kenapa matematika? Karena matematika-lah yang dapat melatih logika kekonsistenan kita.