Jumat, 24 Mei 2013

Jalanku Tak Semulus Pahaku

  
Hmmmm.. Mari kita awali siang yang terik ini dengan secangkir kopi dan sebongkah roti... Hehehe

Kemarin saya baru saja ketemu dengan beberapa orang yang intinya berkeluh kesah terhadap lambannya penanganan jalan yang rusak di daerah. Kita semua sudah tau kalau masyarakat di daerah permintaannya kepada pemerintah ga muluk-muluk. Pengen punya jalan yang mulus sehingga memudahkan pergerakan dari satu tempat ke tempat lainnya.

Namun, apa yang terjadi... Jalan seolah-olah menjadi sungai di beberapa lokasi. Jalan banyak yang mengalami kerusakan dari berbagai tingkat mulai dari rusak ringan, rusak sedang sampai rusaknya berada pada level tingkat dewa alias parah banget.. Hehehe..

Menurut hemat saya, permasalahan kerusakan jalan yang ada di daerah disebabkan oleh 2 hal yaitu tingginya intensitas hujan dan ketidakmampuan jalan untuk dilewati kendaraan berat.. Upaya yang dilakukan pemerintah adalah melakukan "tambal sulam". Prioritas penanganan jalan adalah yang mengalami kerusakan tingkat berat. Namun apa yang terjadi... Yang terjadi adalah jalan yang rusak berat kondisinya membaik tetapi jalan yang semula rusak sedang menjadi rusak berat dan jalan rusak ringan menjadi rusak sedang... Kondisi ini berlangsung secara terus-menerus bagai lingkaran setan yang tak berkesudahan.. Sori agak lebay bro... Hehehehe...

Upaya pembangunan, peningkatan, pemeliharaan, rehabilitasi jalan seolah sia-sia akibat upaya tersebut tidak mempu menahan laju kerusakan jalan akibat hujan. Seolah-olah pemerintah tidak bekerja menurut anggapan masyarakat. Padahal dana yang dikeluarkan untuk upaya perbaikan jalan selalu mendapat prioritas dalam anggaran belanja... *mikir*

Melihat kenyataan tersebut, saya rasa ada yang kurang tepat dalam manajemen pengelolaan jalan raya di daerah.

Pertama, pemerintah lebih suka melakukan tindakan responsif daripada adaptif/preventif. Pemerintah seolah-olah bekerja memperbaiki kondisi jalan jika terjadi kerusakan yang parah. Padahal upaya tersebut tidak ada artinya jika jalan terus menerus digerus air hujan dan dilewati kendaraan yang tidak sesuai dengan kemampuan beban jalan. 

Kedua, Prioritas penanganan jalan yang menurut hemat saya kurang tepat. Saat ini biasanya pemerintah mengalokasikan dana untuk perbaikan semua jalan yang kondisinya rusak berat. Padahal seperti yang sudah saya singgung di atas, masih ada jalan yang rusak sedang dan rusak ringan yang berpotensi meningkat statusnya menjadi rusak berat dan rusak sedang. Lha ini sekali lagi... Lingkaran setan tak berkesudahan.. Sorry lebay lagi berooooo... !!!!

Dari tadi mbacot aja, SOLUSI.. ???

Oke tenang brooo... sebelumnya silahkan gelar tikar dan siapin pisang rebus dulu... heuheuheu... * Bumi gonjang ganjing *

Pertama, 

Kita lihat dulu penyebab kerusakan itu apa saja... Hujan!!! Lha terus kita menyalahkan hujan.. Padahal kan hujan seharusnya berkah.. Jalan yang tergenang air hujan akan mudah mengalami pengelupasan dan akhirnya mengalami kerusakan. Padahal air hujan itu dapat kita "tampung" sehingga tidak tumpah ruah ke jalan. 

Lalu, bagaimana cara "menampung" air hujan tersebut?

Hmmm... menurut teori Fisika, segala sesuatu di dunia ini tidak terjadi oleh 1 sebab tapi beberapa sebab. Jadi intinya Debit air hujan (Q) itu dipengaruhi oleh koefisien limpasan (C), intensitas hujan (I) dan luas daerah tangkapan (A)

Nih kalau dirumuskan    Q = C x I x A

Yg bisa kita lakukan dengan rumus tersebut adalah dengan mengutak atik variabel (C) dan (A). Kalau (I) itu susah kita rekayasa karena hujan adalah kehendak alam. Agar nilai Q kecil (air hujan yang ngalir ke jalan), maka nilai variabel koefisien limpasan (C) dan luas kawasan (A) harus kita perkecil juga. Bagaimana caranya... Caranya adalah dengan melakukan pengaturan penggunaan lahan (land use) yang ada di sekitar jalan tersebut. Bentuk pengaturannya antara lain adalah meresapkan air hujan sebanyak-banyaknya ke dalam tanah dengan cara melakukan reboisasi lahan gundul, penanaman sejuta pohon, mewajibkan perumahan membuat sumur resapan dan RTH, membatasi kepadatan bangunan, serta pemberlakuan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yang tinggi pada kawasan rawan genangan. Upaya-upaya tersebut berorientasi kepada perbaikan lingkungan (konservasi) dan bukan rahasia umum bahwa "konservasi" kalah populer dengan "keproyekan". #Ups

Setelah air diresapkan sebanyak-banyaknya ke dalam tanah, tentunya masih ada air limpasan (Q) yang tidak meresap. Bagimana agar air tersebut tidak menggenangi jalan?? Yaitu dengan membangun saluran drainase sesuai debit yang dihasilkan. Jadi disini upaya yang bersifat "konservasi" harus seiring seirama dengan upaya yang bersifat "teknis"

Kedua,

Jalan adalah prasarana umum, maka kendaraan apa saja bisa lewat termasuk kendaraan berat. Jalan yang dibangun harus direncanakan sesuai dengan beban kendaraan yang melewati. Dengan begitu maka kerusakan jalan bisa dicegah. Pemerintah juga bisa mewajibkan pengusaha angkutan berat untuk menambah as roda. Dengan as roda yang banyak, maka tekanan beban kendaraan ke jalan akan semakin berkurang.

Ketiga, 

Prioritas penanganan jalan yang mengalami kerusakan sebaiknya ditentukan berdasarkan tingkat aksesibilitas jalan. Bukan tingkat kerusakan jalan dimana jalan yang rusak berat mendapat prioritas utama untuk diperbaiki. Misalnya jalan kolektor akan mendapat prioritas lebih daripada jalan lingkungan walaupun mungkin jalan kolektor tersebut rusak sedang dan jalan lingkungan rusak berat. Kenapa begitu?? Karena jalan kolektor memiliki aksesibilitas yang lebih tinggi daripada jalan lingkungan (menghubungkan pusat2 pertumbuhan dan dilewati lebih banyak kendaraan orang dan barang)

Hmmm... Nah looohhh....

Sekarang pilihannya ada 2 : 

1) Melakukan upaya responsif tanpa menyentuh akar permasalahan; atau
2) Melakukan upaya preventif dengan menyelesaikan masalah dari akarnya..


Selamat memilih ..... !!!!!


Untuk mengetahui versi kultwit di twitter bisa langsung menuju TKP :  DISINI


Mei 2013


Follow me on twitter : @harend26

Tidak ada komentar:

Posting Komentar